[2 DAYS, 1 NIGHTS] RANGER IJO Camping ke Panderman
Penat akan rutinitas harian kami
merencanakan camping ndek-ndekan, dan terpilihlah Panderman sebagai tempat
pelarian kami. Akhir Januari 2016, curah hujan masih deras-derasnya dan kami
tak gentar akan peringatan alam tersebut. Semua perlengkapan baik kelompok
maupun pribadi sudah aman terkendali, kami tinggal berangkat saja.
Sabtu
Waktu keberangkatan ke arah desa
Pesanggrahan Batu, molor hingga 1 jam dari jadwal yang ditentukan. Langit kota
Malang tampak sendu mengantar keberangkatan kami menuju kaki Gunung Panderman.
Hingga akhirnya kita sampai sekitar pukul setengah 5 sore. Kami tim Ranger Ijo
berjumlah 6 orang. 2 orang yang pernah naik ke Panderman sebelumnya adalah saya
dan Abel, sisanya Mbak Nana, Chimot, Guntur dan Mas Obing baru pertama kali
menjejakkan kaki ke Panderman. Beruntung mereka tak ada yang rewel dan manja,
semua semangat ’45!
Awal perjalanan terasa berat bagi
Guntur dan Chimot. Belum juga sampai seperempat perjalanan wajah mereka
terlihat pucat. Dua orang sahabatku ini mengalami apa yang dinamakan dengan
perkenalan medan. Dengan sabar saya memandu Chimot memberinya semangat dan
penjelasan tentang ritme berjalan. Ilmu yang saya dapatkan dari senior saat
berkegiatan alam dulu saya salurkan ke sahabatku ini. ‘Alon alon asal kelakon’
setiap pendaki pasti memiliki ritme berjalannya sendiri-sendiri. Saya mah Cuma
bisa jalan santai setapak demi setapak dinikmati sambil atur napas. Maklum
badan ini sudah tak seperti saat masih muda dulu ( baca : dulu kurus sekarang
gendut ).
Guntur yang sedari tadi diam saja
sambil membawa tas carrier berisi tenda tampak makin berjalan gontai. Akhirnya
kami memutuskan untuk beristirahat di pos pemantau di dekat sumber. Istirahat,
menunggu hingga fisik kuat lagi sambil membuka bekal dari Lusi. Lusi sebenarnya
mau ikut camping tapi ternyata ada keperluan mendadak, sebagai rasa bersalahnya
dia membekali kami dengan 2 kotak martabak dan 1 kotak brownies coklat keju yg
super endeus. Brownies Lusi ini seolah jadi energi tersendiri bagi kami berenam
yang kelaparan.
![]() |
Guntur ngos-ngosan |
![]() |
Mbak Nana dan Abel |
![]() |
Thank you Lusi bekalnya :) |
![]() |
Guntur, Chimot, Mbak Nana dan Mas Obing |
Tak mau beristirahat terlalu lama
kami pun beranjak dari Pos Pemantau. Senja datang tanda hari mulai gelap.
Carrier yang tadinya dibawa oleh Guntur kini beralih ke Abel. Abel yang sudah
pernah ke Panderman berjalan di depan dan akan menunggu rombongan di Latar
Ombo. Mbak Nana meskipun banyak diam tapi masih semangat untuk melanjutkan
perjalanan, begitu juga ketiga sahabatku yang lain. Sesekali kami bercanda dan
merencanakan pendakian ke tempat-tempat eksotis di Indonesia.
Langit makin gelap, suara
jangkrik bersautan, kami pun mulai mengeluarkan senter. “Sebentar lagi sampai,
itu di depan sudah Latar Ombo” entah sudah berapa kali saya ‘membohongi’ kawan
saya dengan kalimat itu. Sekitar pukul setengah 8 malam kami sampai di tempat
Abel istirahat di Latar Ombo. Semua tampak kepayahan, maklum kami semua jarang
olahraga. Malam itu ada sekitar 5 tenda berdiri di Latar Ombo. Setelah
mempertimbangkan ini dan itu akhirnya kami mendirikan tenda juga di tempat
tersebut. Kami meminjam tenda milik Mbak Aik waktu itu, tenda dome super besar
dengan kapasitas yang bisa isi orang se-RT mungkin.
tenda yang nggelondang |
Sungguh pengalaman yang tak
terlupakan, pertama kalinya membawa sahabat-sahabatku naik gunung dan disambut
hujan deras. Meski hujan kami tak murung, di dalam tenda kami malah makin akrab
dan hangat. Kami memutuskan untuk tidur lebih awal karena paginya kami
berencana untuk summit. Semula kami berencana akan bangun jam 4 pagi, tapi
hujan rintik rupanya masih awet hingga kami semua terbuai untuk tetap terlelap
di dalam hangatnya sleeping bag.
Minggu
Hujan sudah reda sekitar pukul
setengah 7 pagi, kami keluar dari tenda dan disambut kabut pagi yang indah. Mas
Obing yang dari semalam tampak hangover masih meringkuk manja di hangatnya
tenda. Abel sudah ganteng dan menyiapkan kopi serta sarapan. Saya, Mbak Nana,
Chimot dan Guntur masih dengan semangat ’45 ingin menginjakkan kaki ke Puncak
Basundara Gunung Panderman.
Jadilah kami Cuma berempat
melanjutkan perjalanan menuju puncak. Dengan bekal separuh kotak brownies dari
Lusi serta air mineral kami beranjak. Belum juga 10 menit kami berjalan, hujan
kembali turun. Hujan tak menyurutkan semangat kami untuk sampai ke puncak.
Berbekal jas hujan kresek warna ijo kami pun bergegas ( inilah cikal bakal nama
RANGER IJO ). Belum juga kami sampai di Watu Gede, hujan turun semakin deras.
Jalan setapak mulai berubah menjadi aliran air hujan yang deras, sesekali
membawa hanyut cacing-cacing segendut jari kelingking.
Naik gunung di waktu badai
sungguh sangat mengesankan, saya jadi ingat pengalaman waktu turun dari Gunung
Buthak dan Gunung Arjuna. Momen inilah yang ternyata sangat saya rindukan.
Akhirnya bisa mengulangnya bersama sahabat-sahabat hebatku Ranger Ijo ini. Hal
yang selalu saya ingat saat mendaki Panderman adalah Tanjakan Setan, entah
sudah berapa kali saya melewati jalur tersebut di rentang waktu 2005-2009.
Ketika saya melewatinya kembali saya lupa bagaimana rasanya, tak ada rasa lelah
yang ada hanya nostalgia hingga akhirnya tanpa sadar kaki ini sudah menjejak di
puncak. Saya pun kaget, kok cepat sekali tiba-tiba di puncak. Rupanya senda
gurau bersama Ranger Ijo di perjalanan seolah menghapus lelah dan lupa akan
Tanjakan terjal di depan mata. I Love You gaes.
Di Puncak Basundara sudah berdiri
beberapa tenda, hujan deras disertai angin masih belum mau mereda. Kami
disambut pasukan kera di Puncak Basundara. Panderman wajahmu kini sudah
berubah, makin banyak tanah lapang untuk mendirikan tenda. Dulu seingatku
puncak Panderman itu masih rungkut penuh dengan semak-semak. Alhamdulillah bisa
menjejak puncak bersama sahabat-sahabat hebatku.
Tak mau berlama-lama di puncak,
kami pun turun karena perut sudah keroncongan. Jam 10 matahari mulai
menampakkan sinarnya. Aaahhh terima kasih semesta akhirnya kami bisa menikmati
hangatmu. Selesai makan kami semua packing dan bersiap turun kembali ke
peradaban dan rutinitas harian. Sampai ketemu di kisah camping ndek-ndekan
selanjutnya.
brownies endeus dari Lusi |
suasana packing |
mejeng dulu sebelum turun |
Uuuuu... Terharu rasane! Sik gak percoyo kita bisa sampe puncak di tengah hujan badai itu... Aku terutama, yang terkenal sebagai queen of drama dan manja. Kayak nggak percaya, ternyata justru tetap berdiri tegak sampai kembali pulang. Makasih ya rek... Kalian keren!
BalasHapusberpelukaaaaannn.....aaooooo...
Hapussiapkan fisik buat ke Ranu Kumbolo Mei mendatang ya kak Nana
tak ada yang tak mungkin jika dilalui dengan niat dan semangat #isoiso
jasik, cacing sakjari kelingking. macam cacing di bayem kemaren bukan?
BalasHapusKangen Kumbolo mbi....
BalasHapus