Langsung ke konten utama

Gunung Lawu, Perjalanan Malang - Basecamp Cemoro Sewu Magetan


Akhirnya berhasil nge-check list satu gunung lagi yang berhasil dikunjungi. Sudah sejak lama sebenarnya ingin mencoba trek pendakian Gunung Lawu. Dalam setahun mungkin bisa 2-3 kali saya berkunjung ke kota Magetan, liburan ke rumah Raras. Guratan punggungan Gunung Lawu tiap pagi selalu seolah mengawe-awe minta untuk didaki dan pada awal bulan April 2018 kemarin kesempatan itu datang.

Cuti sudah ACC, peralatan lengkap tinggal berangkat. Pendakian kemarin itu saya ditemani oleh mas Indra, meski minta ditemani dengan terpaksa untungnya beliau mau saja. Masih jadi PR buat saya untuk melakukan solo hiking. Saya harus belajar mandiri dan lebih berani untuk bepergian seorang diri. 

Jumat, 30 Maret 2018

Tanggal merah di hari Jumat ini kami melakukan perjalanan darat dari Malang menuju Magetan. Kelar sepeda motor diparkir di kantor, kami berjalan menuju Terminal Arjosari dan naik bis jurusan Surabaya. Kami naik bus Restu Panda dengan tarif Rp 15.000/org dan turun di Terminal Bungurasih/Purabaya. 

Tips saat di Terminal biar nggak kemakan omongan calo. Percayalah lebih enak makan bakso daripada kemakan omongan. Usahakan jangan terlihat bingung meskipun kamu sedang kebingungan. Nah loh, bingung tidag? Baca informasi, tentukan tujuan yang pasti, langkahkan kaki dengan mantap. Selalu waspada dan jaga barang bawaan karena di Terminal ada banyak jenis orang. Intinya sih awas copet atau kegendam. Jadi keinget cerita salah satu rekan kantor yang tiba-tiba dipepet segerombolan anak jalanan di Terminal Bungurasih. HP dan dompet amblas direbut paksa. 

Dari Bungurasih kami naik bus Eka jurusan Surabaya - Solo dan turun di Terminal Maospati Magetan, tarifnya sekitar Rp 58.000. Sesampainya di Terminal Maospati kira-kira hari sudah sore, jam menunjuk angka 5 dan untungnya masih ada bus omprengan terakhir yang akan membawa kami ke arah kota Magetan. Kurang dari 30 menit perjalanan sampailah kami di gerbang asrama Secata, sebuah asrama tentara yang terletak tepat sebelum pintu masuk kota Magetan. Tarif bus omprengan sekitar Rp 6000/org.

Kami tiba di rumah Raras tepat saat Magrib dan disambut dengan guyuran hujan. Istirahat semalam, mempersiapkan logistik dan mencari informasi tentang pendakian Gunung Lawu dari Pak Djumadi. Kami mendaki Lawu tepat setelah seminggu yang lalu ditemukan orang meninggal di sebuah gubug di Hargo Dalem. Baca-baca berita tentang kebakaran Lawu yang sampai menewaskan beberapa orang malah membuatku makin penasaran. Bakal ketemu mereka nggak ya nanti? Saya sudah siap kalau nanti misalnya mendapat 'gangguan'. Entah kenapa saya kok selalu bersemangat jika menyangkut dengan hal-hal berbau mistik.

Sabtu, 31 Maret 2018

Tidur beberapa jam sudah cukup untuk membuat badan bugar kembali. Usai subuh saya ditemani Mbak Intan pergi ke pasar yang letaknya tak jauh dari asrama. Belanja logistik untuk kebutuhan selama pendakian. Salah satu kegiatan yang paling saya suka saat mendaki adalah memasak di alam. Sengaja membawa bahan-bahan mentah untuk diolah di atas ketinggian. Belanja rollade, tempe, sawi putih secukupnya untuk kebutuhan selama 3 hari.

Kelar semua persiapan, saya berangkat ke basecamp Cemoro Sewu naik Grab. Kaget juga ternyata ada Grab di kota kecil ini. Tarif Grab dari Asrama Secata ke basecamp Cemoro Sewu sekitar Rp 89.000. Pagi itu matahari bersinar cerah, panasnya memberi kehangatan untuk bumi. Hidungku kembang kempis mencium harum aroma tanah basah sisa semalam. Dapat driver Grab yang super ramah, sepanjang kurang lebih sejam perjalanan berbagi cerita, ngobrol-ngobrol dan ngobrol. Sekitar pukul 8 pagi sampailah di basecamp Cemoro Sewu.

Jalur lintas antar provinsi Magetan - Karanganyar ini adalah jalan raya tertinggi yang ada di Pulau Jawa katanya. Jam 8 suasana di sekitar Cemoro Sewu diselimuti kabut tebal. Pos Pendakian saat itu masih tutup dan harus menunggu di shelter yang tertelak disebelah pos.



Selfie dulu di shelter


a happy face

tanjakan awal menembus kabut 

Stay tune yaaaa bakal ada lanjutannya .....
______________________________________________________________

So, berikut kira-kira rekapan budget yang saya keluarkan :

Malang - Surabaya ( Bus Restu Panda ) Rp 15. 000
Surabaya - Magetan ( Bus Eka ) Rp 58.000
Beli jajan di bus saat perjalanan Rp 10.000
Maospati - Magetan Kota ( Bus Omprengan ) Rp 6.000
Logistik pendakian ( Indomaret, Pasar ) Rp 100.000
Magetan Kota - BC Cemoro Sewu ( Grab Car ) Rp 89.000
Tiket masuk pendakian G. Lawu  Rp 15.000















Komentar

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak

Postingan populer dari blog ini

Pendakian Gunung Gede Lintas Jalur Putri - Cibodas

Pertengahan tahun 2019 bisa jadi salah satu momen yang nggak akan saya lupakan. Tepat di bulan Juli, saya menyandang status pengangguran yang untungnya hanya bertahan satu bulan saja. Agustus akhir saya bertolak ke ibukota dan mencoba peruntungan disana. Dua bulan beradaptasi dengan kehidupan ibukota yang super cepat membuat saya sedikit merindukan nuansa kedamaian di alam.  Janjian tanpa ribet dengan mantan teman kantor di Malang yang kebetulan sedang dapat tugas di Jakarta. Hari itu kita jalan bertiga, saya, Ibor dan Abi. Sepulang dari kerja kita janjian untuk ketemu di Stasiun Manggarai pukul 7 malam. Perjalanan KRL dari Jakarta - Bogor menghabiskan waktu kira-kira 2 jam. Sampai di Stasiun Bogor, kita sudah janjian dengan travel yang akan mengantarkan kita ke basecamp di Gunung Putri dan minta dijemput di Basecamp Cibodas pada hari Minggu. Kalau ingin mendaki ke gunung sekarang enak, tinggal cari info travel antar-jemput bisa cuss berangkat tanpa harus mikir mau ...

sejarah musik SKA

Untuk mempelajari sejarah musik ska, kita harus memahami tentang sebuah makna dalam perjalanan waktu. Begitu halnya dengan sejarah musik ska. Perang Dunia II adalah yang mengubah segalanya. Kekuasaan Inggris terhadap negara-negara jajahannya runtuh sebelum masa PD II dan terpecah belah pada saat pertengahan masa peperangan. Inggris memberikan kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya setelah mendapat tekanan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1962, Jamaika membentuk pemerintahan sendiri meskipun masih tetap sebagai negara persemakmuran. Budaya Jamaika dan musiknya mulai terefleksi dalam optimisme baru dan aspirasi rakyat yang liberal. Sejak tahun 40-an, Jamaika telah mengadopsi dan mengadaptasi berbagai bentuk musik dari Amerika. Pada saat PD II berakhir, banyak band-band di Jamaika yang memainkan musik-musik dansa.Grup seperti Eric Dean Orchestra, dengan trombonisnya, Don Drummond dan master gitarisnya Ernest Ranglin, terpengaruh oleh musisi-musisi jazz Amerika, seperti Count Ba...